Diogenes (2016) Aspek hukum yang harus diperhatikan dalam membangun Bandar Antariksa : Alternatif Pulau Biak dan Pulau Morotai. “Prosiding Seminar Nasional 2016 Pengembangan Kebijakan dan Regulasi Penerbangan dan Antariksa : Problema dan Tantangan”. pp. 59-72.
Full text not available from this repository.Abstract
Rencana pembangunan bandar antariksa di Indonesia dewasa ini cukup mendapat perhatian dari masyarakat. Menurut Undang-undang No. 21 Tahun 2013 Tentang Keantariksaan Pasal 1, definisi bandar antariksa adalah kawasan di daratan yang dipergunakan sebagai landasan dan/atau peluncuran wahana antariksa yang dilengkapi dengan fasilitas keamanan dan keselamatan serta fasilitas penunjang lainnya. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam pembangunan bandar antariksa serta alternatif pemilihan lokasi bandar antariksa, termasuk kawasan di sekelilingnya wajib memperhatikan kepentingan nasional dari segala aspek baik teknis maupun non-teknis. Salah satu aspek non-teknis adalah aspek hukum, yaitu bagaimana aspek hukum diperhatikan dalam membangun bandar antariksa dan alternatif pemilihan lokasi bandar antariksa di Pulau Morotai di Provinsi Maluku Utara dan di Pulau Biak di Provinsi Papua. Sedangkan metodologi yang digunakan dalam kajian ini adalah deskriptif normatif analisis. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer dilakukan melalui diskusi langsung dengan pakar yang berkompeten dibidang hukum khususnya hukum antariksa. Sedangkan data sekunder melalui studi pustaka dari berbagai referensi tentang aspek hukum peraturan perundang-undang baik dilingkup nasional maupun local atau daerah. Hasil kajian ini adalah bahwa Undang-undang No. 21 tahun 2013 Tentang Keantariksaan, yaitu Pasal 44 - 50 mengenai bandar antariksa dan Draft Rencana Induk Penyelenggaraan Keantariksaan Tahun 2016 – 2040. Kedua ketentuan hukum tersebut hanya memuat ketentuan umum saja, oleh karena itu kita harus merujuk kepada Peraturan Perundang-undangan lainnya seperti Undang-undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua, Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang dan banyak peraturan perundangan lainnya. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang sudah memiliki tanah di Pulau Biak dengan Hak Pakai. Oleh karena itu secara hukum menurut Undang-undang Pokok-pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, menurut Pasal 41 UU Agraria dan Pasal 39 PP No. 40 demi kepentingan negara dan kepentingan umum terhadap tanah tersebut, LAPAN dapat menggunakannya sesuai dengan peruntukannya untuk lokasi bandar antariksa.
Item Type: | Article |
---|---|
Subjects: | Taksonomi LAPAN > Kajian Kebijakan Penerbangan dan Antariksa > Kajian > Hukum Penerbangan dan Antariksa |
Divisions: | LAPAN > Sekretaris Utama LAPAN > Pusat Kajian Kebijakan Penerbangan Dan Antariksa |
Depositing User: | - Een Rohaeni |
Date Deposited: | 21 Sep 2022 06:10 |
Last Modified: | 12 Oct 2022 07:46 |
URI: | https://karya.brin.go.id/id/eprint/12015 |