PENGUATAN KELEMBAGAAN PSGA DAN KEBIJAKAN PTRG MENUJU PTKI BERKEADILAN GENDER

Pengarusutamaan Gender (PUG) di PTKI menghadapi persoalan struktural, kultural, dan personal yang
menghambat efektivitas kebijakan, meskipun mandat nasional dan global telah mendorong tercapainya
kesetaraan gender, lingkungan akademik yang aman, serta implementasi PTRG dan PPKS. Analisis
menunjukkan bahwa kelembagaan PSGA masih lemah karena tidak tercantum dalam ortaker, minim
dukungan anggaran, struktur tidak memadai, serta tumpang tindih peran dengan Satgas PPKS. Pada
tingkat budaya, resistensi sivitas akademika, bias agama, budaya patriarkal, dan rendahnya literasi
gender memperparah kesenjangan antara regulasi dan praktik. Secara personal, beban kerja berlebih,
minimnya pelatihan, serta penunjukan pimpinan PSGA berbasis preferensi non-kompetensi menyebabkan
implementasi PUG tidak berkelanjutan. Untuk menjawab persoalan tersebut, terdapat dua alternatif
kebijakan: penguatan sensitivitas dan kapasitas PUG bagi pimpinan dan SDM kampus; serta penguatan
kebijakan dan struktur PSGA melalui penegasan mandat, pembentukan unit pendukung, integrasi PUG ke
Renstra, optimalisasi Forum PSGA, dan penguatan mekanisme PTRG termasuk ARG dan PTRG Award.
Subjek yang berperan menyelesaikan masalah mencakup Kementerian Agama, PTKI, pimpinan kampus,
PSGA, Satgas PPKS, dan Pokja PUG di tingkat pusat maupun perguruan tinggi.