Efek penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap harga, omset, dan aktivitas usaha kecil

Kebijakan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) menimbulkan efek negatif terhadap Usaha kecil. Pemerintah menyatakan bahwa pemerintah menyesuaikan harga BBM karena besarnya subsidi BBM sebanyak lebih dari Rp 200 triliun dan akan menjadi lebih Rp 300 triliun bila BBM tidak segera dinaikkan sehingga membebani APBN. Kebijakanan kenaikan BBM menambah jumlah penduduk miskin, karena menurut Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Reformasi Pertambangan dan Energi Pri Agung Rakhmanto, (Kompas, 7/5/2008), kenaikan harga BBM sebesar 30 persen berpotensi menqakibatkan orang miskin bertambah sebesar 8,55 persen atau sekitar 15,68 juta jiwa. Hal ini diungkapkan juga oleh lwan jaya Aziz bahwa garis kemiskinan akan naik keatas dan jumlah penduduk miskin akan bertambah sebab pendapatan mereka tidak bertambah secara signifikan. Sebagai hasil kajian terhadap industri warung dan rumah makan di kota Kupang menunjukan kenyataan bahwa omzet mereka menurun, dari sebelum kenaikan BBM. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Sebagian besar industri kecil adalah konsumen minyak tanah yang harganya telah naik 300 persen, dari Rp 1.000/per liter menjadi Rp 3.000/per liter. Dimana minyak tanah adalah komponen utama dalam proses produksi mereka. Bahkan efek yang lebih buruk lagi berpengaruh terhadap struktur biaya produksi industri makanan dan minuman yang menggunakan BBM. Tapi yang lebih penting yang harus dilakukan dalam jangka pendek untuk mengurangi efek kenaikan harga BBM adalah melakukan kontrol harga secara intensif segera setelah harga BBM baru ditetapkan. Hal ini akan menjadi tidak proporsional jika hanya dilakukan oleh pemerintah atau oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) saja. Karena itu, pelibatan masyarakat luas untuk memantau harga adalah ide yang baik.