Waluyo, Setiyo Hadi and Sidauruk, Paston and Haryanto, Haryanto and Resmini, Ania Citra (2016) Laporan Teknis 2015: Data Riset Pengujian Toleransi Kondisi Sub-Optimal pada Tanaman. Technical Report. PAIR - BATAN.
Setiyo.pdf
Download (3MB) | Preview
Abstract
Pengembangan sektor pertanian pada lahan marginal kering adalah salah satu target dari pemerintah Indonesia untuk meningkatkan produksi tanaman pangan dengan tujuan akhir untuk ketahanan/kedaulatan pangan dan menuntaskan kemiskinan. Lombok NIB salah satu daerah yang selalu/rentan mengalami kekeringan. Lahan di Lombok (utara) selalu menga1ami kekeringan dan tingkat kesuburannya sangat rendah. Selain itu lahan didaerah ini rentan terhadap erosi karena sifat tanahnya yang fragile. Ketersediaan air adalah faktor pembatas utama untuk pengembangan sektor pertanian. Kegiatan pertanian di daerah ini sangat tergantung pada curah hujan (walaupun sangat jarang) dan ketersediaan air dalam tanah. Untuk daerah lahan kering di Lombok Utara, kegiatan pertanian sangat tergantung pada air yang ada didalam tanah. Untuk mendorong dan membantu petani untuk aktifitas pertanian pemerintah daerah telah membangun seratus lima puluh (150) sumur-surnur dalam. Namun demikian keberadaan sumur-sumur tersebut belum dimanfaatkan fungsinya secara optimal oleh petani. Selain itu informasi tentang air dalam tanah sendiri juga belum ada, seperti berapa banyak jumlahnya, asal air dari mana, umur air dan bagaimana mereka terisi kembali. Budidaya tanaman sorghum varietas Samurai 1 produksi PAIR-BATAN telah dilakukan di Lombok Utara dengan sumber air dari salah satu sumur dalarn yang ada. Sorghum ditanam pada dua kondisi pengairan, yaitu pada lahan yang disiram dengan air tanah (springkle) dan pada lahan yang digenangi dengan air tanah. Pada sistem budidaya ini juga dikaji/dipelajari pemupukan berimbang dan pemakaian pupuk bayati IMR. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemupukan NPK dapat meningkatkan tinggi tanaman pada 40, 50 dan 60 hari setelah tanam baik pada sistem pengairan sprinkler maupun sistem leb (genangan). Pemupukan NPK meningkatkan tinggi tanaman dari 114.73 cm pada tanaman tanpa dipupuk, menjadi ialah 153.66 cm pada tanaman yang dipupuk NPK. Pemberian pupuk hayati cenderung dapat meningkatkan tinggi tanaman. Dengan sistem irigasi springkler pada pemupukan Y2 NPK dan umur tanaman 40 hari, tinggi tanaman meningkat dari 84.8 cm jadi 91.8 cm karena aplikasi pupuk hayati IMR. Demikian juga pada tanaman yang mendapatkan pupuk NPK+Si, aplikasi pupuk hayati IMR dapat meningkatkan tinggi tanaman umur 40 hari dari 98.87 cm menjadi 107.73 cm. Pada tanaman dengan sistem irigasi leb/genangan, pada pemupukan NPK dan umur tanaman 40 hari, tinggi tanaman meningkat dari 129.33 cm menjadi 136.33 cm karena aplikasi pupuk hayati IMR. Demikian juga pada tanaman yang mendapatkan pupuk NPK+Si, aplikasi pupuk bayati IMR dapat meningkatkan tinggi tanaman umur 40 hari dari 118.07 cm menjadi 146.60 cm. Sistem irigasi leb memberikan hasil tinggi tanaman yaitu 144.82 cm dan lebih baik daripada sistem springkle dimana tinggi tanaman hanya 127.21 cm..
Dari data aktifitas Karbon (mg C02/100g tanah) menunjukkan bahwa aplikasi IMR dapat meningkatkan aktifitas karbon dari 8.525 pada tanah dengan perlakuan IMR menjadi 9.625 pada tanah dengan perlakuan IMR. Sedangkan sistem irigasi leb memberikan aktifitas karbon (13.199) dan lebih tinggi dari pada sistem springkler (9.075). Untuk data hasil ta.ruunan (berat biji kg/ha) menunjukkan bahwa sistem pengairan leb lebih baik dari pada sistem springkler, yaitu masing-rnasing 6733 kg/ha dan 7169 kg/ha. Pada sistem leb aplikasi IMR memberikan efek yang positip, dimana basil tanaman meningkat dari 6760 kg/ha menjadi 7578 kg/ha. Efek positip IMR terhadap hasil biji tidak tampak pada sistem springkler. Berat basah brangkasan (gram) lebih tinggi pada sistem springkler ( 478 gram) dibanding pada sistem leb yaitu hanya 407.625 gram. Efek positip aplikasi IMR tampak nyata pada berat basah brangkasan, pada sistem sringkler berat basah brangkasan meningkat dari 380 gram menjadi 576 gram. Demikian juga untuk sistem leb meningkat dari 370.25 gram menjadi 445 gram. Efek ini juga tampak pada pengamatan secara visual, tanaman dengan aplikasi IMR tampak besar dan hijau. Water Use Efficiency ( kg/ha/liter) dihitung dari hasil per hektar dibagi dengan 1200 liter menunjukkan bahwa sistem irigasi leb lebih baik yaitu 5.975 dibandingkan dengan sistem springkler yang hanya 5.611. Efek, IMR terbadap WUE tampak: pada sistem leb yaitu dari 5.635 tanpa IMR menjadi 6.315 dengan aplikasi IMR. Serapan N tanaman pada sistem springkler lebih tinggi dari pada sistem leb yaitu masing-masing 0.911% dan 0.814 %. Efek positip aplikasi IMR terbadap serapan N hanya tampak: pada sistem pengairan leb, dimana serapannya meningkat dari 0.733 % menjadi 0.895 %. Sedangkan serapan P tanaman 0.104 % dan 0.114 % masing masing untuk sistem springkler clan sistem leb Pemakaian 1MR tidak memberikan efet positip terhadap serapan P tanaman, yaitu 0.12 % dan 0.11 % masing-masing pada tanaman tanpa IMR dan tanaman yang mendapatkan IMR. Dari penelitian ini telah diperoleh (established) sistem pertanian tadah hujan/tegalan (upland agriculture) tanaman sorghum pada laban marginal kering dengan menggunak:an sumber air dari dalam tanah di Lombok Utara, Mataram, NIB. Untuk produksi tanaman sorghum di Lombok utara secara optimal diperlukan budidaya tanaman dengan sistem pengairan secara LEB, pemupukan NPK seuai rekomendasi, pemupukan Si dan pemanfaatan pupuk hayati IMR.
Item Type: | Monograph (Technical Report) |
---|---|
Subjects: | Taksonomi BATAN > Isotop dan Radiasi > Pemanfaatan Isotop dan Radiasi > Bidang Pertanian |
Divisions: | BATAN > Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi IPTEK > BATAN > Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi |
Depositing User: | Administrator Repository |
Date Deposited: | 04 Jun 2018 02:58 |
Last Modified: | 31 May 2022 04:46 |
URI: | https://karya.brin.go.id/id/eprint/2813 |