Anggi, Safitri and Siti, Ngainnur Rohmah (2022) Urgensi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (DEWAS KPK) menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 dan Fiqih Siyasah. Metta Jurnal Penelitian Multidisiplin Ilmu, 1 (4): 6. 733 -742. ISSN 2962-794X
2962-794X_1_4_2022_6.pdf
Download (257kB) | Preview
Abstract
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagai peraturan pertama yang menjadi dasar kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lalu direvisi menjadi Undang-Undang nomor 19 Tahun 2019. Terbitnya UU KPK yang baru ini menyita perhatian masyarakat, hal yang paling disorot dalam perubahan UU KPK yaitu hadirnya Dewan Pengawas sebagai organ baru dalam kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lahirnya organ baru tersebut di dalam tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat Pro dan Kontra dari masyarakat Indonesia. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui dan memahami apa Urgensi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (DEWAS KPK) menurut Undang- Undang No. 19Tahun 2019 serta Urgensi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (DEWAS KPK) menurut Fiqh Siyasah. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka dengan pendekatan hukum normatif (yuridis normatif). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan bahan pustaka dari sumber data primer dan sekunder yaitu dari tulisan, buku, jurnal atau tulisan lain seperti pendapat ahli hukum yang di publikasikan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Urgensi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (DEWAS KPK) menurut Undang-Undang No 19 Tahun 2019 adalahwewenang Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (DEWAS KPK) dalam pemberian izin penyadapan, penggeledahan, dan atau penyitaan. Selanjutnya pengangkatan Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (DEWAS KPK) yang belum sesuai Cita Hukum Pancasila. Lalu Urgensi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (DEWAS KPK) menurut Fiqh siyasah yang dipersempit dalam Siyasah Dusturiyah Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (DEWAS KPK) tidak diperlukan karena apabila terjadi pelanggaran kode etik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) cukup menyelenggarakan sidang sebagai upaya pemberian sanksi dalam sebuah pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diawasi dalam amar ma’ruf nahi mungkar. Dan pemberian kewenangan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (DEWAS KPK) dalam pemberian izin penyadapan, penggeledahan dan atau penyitaan terlalu luas sehingga menambah kerumitan birokrasi ditakutkan akan adanya intervensi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menjalankan Pemberantasan korupsi. Padahal menurut fiqh siyasah peraturan dibuat untuk mencegah hal negatif (Sad al-dzari’ah). Dengan demikian baik peraturan perundang-undangan yang telah ada maupun yang merubahnya harus membawa kemaslahatan umat.
| Item Type: | Article |
|---|---|
| Uncontrolled Keywords: | Dewan Pengawas Komisi Pembrantas Korupsi (DEWAS KPK), Fiqih Siyasah, Undang-Undang No 19 Tahun 2019 |
| Subjects: | Social and Political Sciences > Education, Law, & Humanities |
| Depositing User: | - Een Rohaeni |
| Last Modified: | 30 Aug 2023 04:31 |
| URI: | https://karya.brin.go.id/id/eprint/23913 |


Dimensions
Dimensions