Gaya bahasa story telling dalam penulisan naskah dokumenter televisi Sketsa Mimpi edisi Jabusamsem

Sampah adalah suatu benda yang sudah tidak digunakan lagi oleh manusia. Stigma masyarakat terkait sampah adalah menjijikkan, kotor sehingga harus dibakar atau dibuang. Volume sampah yang terus naik seakan akan bukanlah hal yang menakutkan bagi masyarakat, termasuk masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun berbeda halnya dengan Josh Handani, seorang warga Bantul yang sudah 10 tahun tidak menggunakan plastik dan membuang sampah. Jabusamsem merupakan kependekan dari Jangan Buang Sampah Sembarangan, adalah mantra yang digunakan oleh Josh Handani untuk mengedukasi masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan. Karya tulis ini menceritakan masalah sampah yang sering diabaikan, dan dimaksudkan untuk mengedukasi masyarakat lewat sosok Josh Handani mengenai cara mengelola sampah dengan bijak. Penulis menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif dengan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan observasi, wawancara, dan riset data sekunder. Penulis menyajikan karya ini dengan format dokumenter biografi profil, dengan menceritakan kehidupan sehari hari dari narsumber utama. Penerapan gaya bahasa story telling, merupakan gaya bahasa dengan pilihan kata yang ringan, jelas namun pesan dalam karya dapat tersampaikan dengan baik. Cerita dikemas sesuai pengalaman narasumber utama yakni Josh Handani, mengenai gaya hidup yang ia lakukan. Adapun penerapan gaya bahasa story telling dalam konsep karya ini, terdapat pada sequence 1 menggunakan penerapan alur teori Lutters pada grafik Aristoteles meliputi eksposisi dan situation. Pada penerapan alur situation terdapat teori aturan visual story telling diantaranya continuity dynamic. Pada sequence 2 penerapan aturan visual story telling meliputi continuity dan dynamic. Sedangkan pada sequence 3 terdapat aturan story telling clarity dan intuity.