BUDAYA SINTUVU MASYARAKAT KAILI DI SULAWESI TENGAH [THE SINTUVU CULTURE OF THE KAILI PEOPLE IN CENTRAL SULAWESI]

  • Dwi Septiwiharti Universitas Tadulako

Abstract

Penelitian ini merupakan refleksi kritis tentang budaya sintuvu masyarakat Kaili di Sulawesi Tengah. Kajian budaya sintuvu dilatarbelakangi oleh kondisi masyarakat dewasa ini yang rentan dengan konflik akibat terpinggirkannya nilai-nilai kearifan lokal. Tujuan penelitian adalah menemukan hakikat budaya sintuvu berdasarkan histori dan kehidupan keseharian masyarakat Kaili. Penelitian ini merupakan kajian filosofis dengan menggunakan data kepustakaan yang didukung oleh wawancara lapangan. Hasil penelitian menunjukkan budaya sintuvu adalah milik masyarakat Kaili dan dipahami mendukung prinsip kebersamaan yang dikenal sejak masa Tomalanggai, dan berkembang sejak masa kerajaan Kaili di Sulawesi Tengah pada abad ke-15 Masehi. Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa budaya sintuvu merupakan simbol persatuan dan gotong-royong yang masih relevan hingga sekarang. Nilai-nilai yang mendasari konsep budaya sintuvu dibangun berdasarkan pengalaman hidup sehari-hari masyarakat Kaili, yang mencakup nilai harmoni, kekeluargaan, semangat berbagi, solidaritas, musyawarah mufakat, tanggung jawab, dan keterbukaan.

This study is a critical reflection of the Kaili community's sintuvu culture in Central Sulawesi. The study is motivated by the condition of the community today which is vulnerable to conflict due to the marginalization of the values of local wisdom. The purpose of this research is to discover the nature of sintuvu culture based on history and daily life of the Kaili people. This research is a philosophical study using library data supported by field interviews. The results show that the sintuvu culture belongs to the Kaili people and is understood to support the principle of togetherness known since the Tomalanggai period and has developed since the sovereignty of Kaili kingdom in Central Sulawesi in the 15th century. Research conclusion indicates that the culture of sintuvu is a symbol of unity and cooperation which is still relevant today. The underlying values of sintuvu concept are built based on the daily life experiences of the Kaili community, which includes values of harmony, kinship, the spirit of sharing, solidarity, deliberation for consensus, responsibility, and openness.

References

Abubakar, Jamrin. 2010. Orang Kaili Gelisah. Palu: Yayasan Kebudayaan Sulawesi Tengah.

Abubakar, Jamrin. 2011. Menggugat Kebudayaan Tadulako dan Dero Poso. Palu: Yayasan Kebudayaan Sulawesi Tengah.

Alisjahbana, S. Takdir. 1991. “Sejarah Kebudayaan Indonesia Masuk Globalisasi Umat Manusia.” Majalah Kebudayaan. Vol. I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Arkanudin. 2006. “Menelusuri Akar Konflik Antaretnik.” Mediator: Jurnal Komunikasi 7(2): 185-194.

Bagus, Lorens. 2000. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Bahar, Syafroedin, Nannie Hudawati Sinaga, Ananda B. Kusuma (editor). 1995. Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Frondizi, Resieri. 2001. Pengantar Filsafat Nilai. Diterjemah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hali, Damianus J. 2006. “Konflik Identitas (Etnis) dan Harga Diri.” Jurnal Hukum Pro Justitia 24(3): 238-247

Haliadi. 2006. Nosarara Nosabatutu (Bersaudara Dan Bersatu). Yogyakarta: P_Idea, Rizka Sari Perdana, dan PUSSEJ UNTAD.

Hamengku Buwono X, Sultan. 2008. Merajut Kembali Keindonesiaan Kita. Jakarta: Gramedia.

Hendrarto, W. Soeprapto, dkk. 1956. Tanah Kaili. Donggala: Djawatan Penerangan R.I. Kabupaten Donggala.

Latif, Y. 2013. Negara Paripurna. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Mamar, Sulaiman. 2012. “Menunggu Damai di Tanah Poso.” Kompas, 30 Oktober.

Mamar, Sulaiman, Farid Mappalahere, dan P. Wayong. 1984. Sejarah Sosial Daerah Sulawesi Tengah (Wajah Kota Donggala Dan Palu). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.

Marhum, Mochtar. 2013. “Konflik Sosial dii Sulawesi Tengah dan Solusi Alternatif.” Diunduh 8 Maret 2020, (http://sosial humaniora.blogspot.com/2013/01/konflik-sosial-di-sulawesi-tengah-dan.html)

Masyhuda, Masyhuddin. 1991. Etnik Dan Logat di Sulawesi Tengah. Palu: Yayasan Kebudayaan Sulawesi Tengah Seksi Penerbitan.

Mattulada, H. A. 1983. Sejarah Kebudayaan To Kaili. Palu: Tadulako University Press.

Melalatoa, Junus. 1995. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: C.V. Eka Putra.

Panjaitan, Merphin. 2013. Dari Gotong Royong Ke Pancasila. Bekasi: Jala Permata Aksara.

Peursen, C. A. van. 1980. Orientasi Di Alam Filsafat. Diterjemahkan Oleh Dick Hartoko Dari Buku “Filosofische Orientatie.” Jakarta: Gramedia.

Peursen, C. A. van. 1988. Strategi Kebudayaan. Diterjemahkan Oleh Dick Hartoko Dari Buku Asli Berjudul Strategie van De Cultuur. Jakarta: Gramedia.

Peursen, C. A. van. 1990. Fakta, Nilai, Peristiwa: Tentang Hubungan Antara Ilmu Dan Etika. Diterjemah. Jakarta: Gramedia.

Peursen, C. A. van. 2003. Menjadi Filsuf: Suatu Pendorong Ke Arah Berfilsafat Sendiri. Diterjemah. Yogyakarta: Qalam.

Ponulele, Nurhayati. 2007. Nosarara Nosabatutu Tinjauan Makna Denotatif. Palu.

Rawis, Jolylis. 2012. Sintuwu Kerjasama Tradisional di Poso Sulawesi Tengah. Jakarta: Direktorat Tradisi dan Seni Rupa Dirjen Nilai Budaya dan Film Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Susanto, Hary. 1987. Mitos Menurut Pemikiran Mircea Eliade. Yogyakarta: Kanisius.

Toana, Ahmad Basir. 1997. “Persekutuan Hidup dan Sistem Pemukiman Masyarakat To Kaili.” Jurnal Gagasan Universitas Tadulako XII (28): 1-6.

Wahana, Paulus. 2004. Nilai Etika Aksiologi Max Scheler. Yogyakarta: Kanisius.

Yunus, Ahmad. 1986. Sistem Gotong Royong dalam Masyarakat Pedesaan Daerah Sulawesi Tengah. Jakarta: Depdikbud Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah

Published
2020-08-04
How to Cite
Septiwiharti, D. (2020). BUDAYA SINTUVU MASYARAKAT KAILI DI SULAWESI TENGAH [THE SINTUVU CULTURE OF THE KAILI PEOPLE IN CENTRAL SULAWESI]. Naditira Widya, 14(1), 47-64. https://doi.org/10.24832/nw.v14i1.419