REVITALISASI IDENTITAS MASYARAKAT DI KECAMATAN SANGGAR MELALUI DUNIA PENDIDIKAN
Abstract
Sanggar in the past was a kingdom on the Island of Sumbawa. Currently, Sanggar is a district in Bima Regency, West Nusa Tenggara Province. Sanggar has cultural remains, either tangible or intangible who had almost forgotten. In recent years, Sanggar people began to realize the importance of identity. Sanggar started to revitalize their cultural elements, one of them through formal education. This study raised the questions: What cultural elements are revitalized and what are the strategies undertaken in an effort to revitalize the Sanggar identity. The study was conducted in the District of Sanggar. Data were collected by the method of observation, library research and interviews. This research is a qualitative research. Data were analyzed with depth descriptive analysis and subsequently accommodated in the form of narrative. Sanggar cultural elements which are revitalized can be classified into tangible cultural elements which include a mosque, mausoleum, fort ruins and other artifacts and intangible cultural elements which include language and dances. The strategies carried out in an attempt to revitalize Sanggar cultures are by putting Sanggar local culture learning into the curriculum and conducting outside activities, namely nature tracking and visiting historical sites in Sanggar and performing arts activities.
Sanggar di masa lalu adalah sebuah kerajaan di Pulau Sumbawa. Saat ini Sanggar merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Sanggar memiliki tinggalan budaya baik benda maupun tak benda, yang sempat hampir terlupakan. Belakangan ini, masyarakat Sanggar mulai menyadari tentang pentingnya arti identitas. Unsur-unsur budaya Sanggar mulai direvitalisasi, salah satunya melalui dunia pendidikan formal. Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah unsur-unsur budaya apa sajakah yang dibangkitkan kembali serta strategi apa sajakah yang dilakukan dalam upaya merevitalisasi identitas Sanggar. Penelitian dilakukan di wilayah Kecamatan Sanggar. Data dikumpulkan dengan metode observasi, studi pustaka dan wawancara. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Data dianalisis dengan metode deskriptif analitik mendalam dan selanjutnya diakomodasikan dalam bentuk naratif. Adapun unsur budaya Sanggar yang dibangkitkan kembali bisa diklasifikasikan ke dalam unsur budaya benda yang meliputi masjid, makam, sisa benteng dan artefak-artefak lainnya serta unsur budaya tak benda yang meliputi bahasa dan tarian. Strategi yang dilakukan dalam usaha merevitalisasi budaya Sanggar adalah dengan memasukkan pembelajaran budaya lokal Sanggar ke dalam kurikulum dan mengadakan kegiatan di luar jam kelas yaitu Lintas Alam mengunjungi situs-situs bersejarah di Sanggar dan kegiatan pentas seni.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Abdullah, Irwan. 2006. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ardhana, I Ketut. 2005. Penataan Nusa Tenggara Pada Masa Kolonial 1915-1950. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Bagus, I Gusti Ngurah. 1999. Bahasa Daerah dan Ilmu Pengetahuan. dalam Bahasa Nusantara Suatu Pemetaan Awal Gambaran Tentang Bahasa- Bahasa Daerah di Indonesia. Ajip Rosidi (eds). Jakarta: Yayasan Obor.
Bungin. Burhan. 2003. Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Modal Penguasaan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Doyle, W. (1986). Classroom organization and management. In Merlin C. Wittrock (Ed.) Handbook of Research on Teaching, 4th Edition. New York: MacMillan Publishing.
Gede, I Dewa Kompiang. 2008. Sumberdaya Arkeologi Kintamani dalam Pengembangan Pariwisata Budaya. Dalam Forum Arkeologi No. II Juli 2008 (ed. DR.I Wayan Redig). Denpasar: Balai Arkeologi Denpasar.
Geria, I Made dkk (Tim Peneliti). 2013. Pusat Peradaban di Pulau Sumbawa: Perkembangan Hunian dan Budaya, Penelitian Peradaban Islam dan Kolonial di Wilayah Sanggar dan Tambora, Bima. Balai Arkeologi Denpasar.
Hall, Stuart. 1990. Cultural identity and diaspora in Jonathan Rutherford (ed.) Identity: Community, culture, difference. London: Lawrence & Wishart.
Hauser, Robert. 2012. Cultural Identity in a globalised world? A Theoretical Approach towards the Concept of Cultural Identity. http://ebookbrowse. com/gdoc.php?id=307663360&url=99026491 2085d1b7c2f6250e4359e24e diunduh pada 26 Desember 2012 pkl. 13.41 WITA
Mattulada, Latoa. 1995. Satu Lukisan Analitis terhadap Antropologi Politik Orang Bugis. Makassar: Hasanuddin University Press.
Munawar, Andi Rahmat. 2010. http://diskusi-lepas. blogspot.com/2010/09/peran-pendidikan-dalammelestarikan. html diakses pada 11 Februari 2013 pkl. 18.00 WITA
Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : PT. Ghalia Indonesia.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006.
Piliang, Yasraf Amir. 2004. Dunia yang Dilipat: Tamasya Melampaui Batas-batas Kebudayaan. Yogyakarta: Jalasutra.
Rice, F. P., & Dolgin, K. G. 2002. The adolescent: Development, relationships, and culture (10th ed.). Boston, MA: Allyn and Bacon.
Ritzer, George. 1983. The McDonaldization of society. Journal of American Culture, 6, 100107. Thousand Oaks, CA: Pine Forge Press.
____________. 1992. Metatheorizing in sociology: Explaining the coming of age. In George Ritzer (ed.) Metatheorizing, Newbury Park, CA: Sage: 7-26.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003
DOI: http://dx.doi.org/10.24832/fa.v26i1.61
Refbacks
- There are currently no refbacks.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.