SAPUNDU: MORTUARY POST ON THE SERANAU AND CEMPAGA RIVER BASINS

  • Vida Pervaya Rusianti Kusmartono Balai Arkeologi Banjarmasin
Keywords: mortuary, Ngaju, Kaharingan, kematian, tiwah, sapundu kurban, sapundu gapit, daerah aliran sungai

Abstract

Sifat sosial manusia dalam lingkup kegiatan kematian secara umum adalah upaya mengingat orang yang meninggal. Salah satu cara adalah membuat tanda-tanda yang mencirikan atau mengingatkan 'yang masih hidup' akan si mati. Salah satu contoh nyata pembuatan tanda-tanda kematian dilakukan oleh masyarakat Ngaju di Kalimantan Tengah yang masih memiliki keyakinan Kaharingan yang kuat dengan upacara kematiannya, Tiwah. Pada masyarakat Ngaju di Oaerah A/iran Sungai Seranau dan Cempaga, kegiatan kematian selalu diiringi dengan pendirian sapundu. Fungsi utama sapundu adalah tiang penambat binatang yang akan dikurbankan dalam Tiwah. Namun, ternyata sapundu memiliki makna sosial-religius yang lebih luas daripada fungsi teknisnya sebagai sekedar tiang tambat kurban. Terdapat beberapa jenis, fungsi dan makna sapundu yang dapat diidentifikasi berdasarkan sifat, orientasi dan lokasi penempatan sapundu. Tulisan ini akan membahas karakteristik sapundu pada Daerah  Aliran Seranau dan Cempaga yang ditinjau dari aspek dimensi, pose, gender dan ornamen, serta orientasi.

References

ANRI. 1965. Surat-surat Perdjandjian antaraKesultanan Bandjamasin dengan pemerintahan-pemerintahan V. 0. C. Bataafse Republik, lnggeris dan Hindia-Belanda 1635-1860. Djakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia.

Binford, Lewis R. 1971 . "Mortuary practices: their study and potential", In J.A. Brown (ed). Approaches to the Social Dimensions of Mortuary
Practices Memoir of the Society for American Archaeology 25:6-29.

Kutojo, Sutrisno, Bambang Suwondo, A.Yunus, Sagimun dan Latif (eds).1979. Monografi Daerah Kalimantan Tengah. Jakarta: Proyek Media Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

MacKinnon, Cathy, Gusti Hatta, Hakimah Halim and Arthur Mangalik. 1997. The ecology of Kalimantan. "Indonesian Borneo", The Ecology
of Indonesia Series Volume Ill. Singapore: Oxford University Press.

McHugh, Feldore. 1999. "Theoretical and Quantitative Approaches to the Study of Mortuary Practice", British Archaeological Reports (BAR)
Series 785. Oxford: Archaeopress.

Mytum, Harold. 2004. Mortuary Monuments and Burial Grounds of the Historic Period. New York: Kluwer

Academic/Plenum Publishers. Ngindra, F. et.al. 1977/1978. Sejarah Daerah Kalimantan Tengah. Palangkaraya: Proyek PeneliNan dan
Pencatatan Kebudayaan Daerah Kantor Wilayah Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Kalimantan Tengah.

O'Shea, John M. 1984. Mortuary Variability: An Archaeological Investigation. Orlando: Academic Press, Inc.

Pearson, Mike Parker. 2003. The Archaeology of Death and Burial. Phoenix Mill: Sutton Publishing.

Riwut, Nila dan Agus Fahri Husein (eds). 1993. Kalimantan Membangun: A/am dan Kebudayaan. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.

Saxe, A.A. 1970. Social Dimensions of Mortuary Practice. Ann Arbor:
University Microfilms International.

Sharer, Hans. 1963. Ngaju religion. The conception of God among a South Borneo people. Translated by Rodney Needham. In Koninklijk lnstituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde translation Series 6. The Hague: Martinus Nijhoff.

Slametmuljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.
How to Cite
Kusmartono, V. P. R. (1). SAPUNDU: MORTUARY POST ON THE SERANAU AND CEMPAGA RIVER BASINS. Naditira Widya, 1(1), 78-98. https://doi.org/10.24832/nw.v1i1.365